PENDAHULUAN
- 1. Latar Belakang
Usaha budidaya udang mempunyai syarat optimum kandungan oksigen terlarut dalam air agar udang bisa hidup dan berkembang di dalam tambak/ tempat budidayanya. Menurut Mizar (1997), batas optimum kandungan oksigen terlarut dalam air dalam budidaya udang sebanyak 4,5 mg sampai dengan 7,5 mg dalam 1 liter air. Untuk memenuhi syarat optimum kandungan oksigen tersebut salah satunya menggunakan aerator yang bisa mentransfer oksigen ke air dengan cara mempercepat proses difusi (Boyd,1979).
Hasil penilitian yang dilakukan oleh Ahmad (1987), menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi oksigen di dasar dan dipermukaan tambak, dimana laju penurunan maupun kenaikan oksigen terlarut terjadi lebih cepat di permukaan. Compressed Air Aerator merupakan salah satu alat yang sering digunakan untuk budidaya udang karena kemampuannya yang bisa menjangkau aerasi sampai ke dasar tambak. Permasalahan yang dihadapi adalah biaya untuk membeli alat ini tidak murah karena harus mengimpor dari luar. Salah satu pemecahannya adalah dengan membuat sendiri atau melakukan pengembangan peralatan aerator tersebut sesuai kondisi di Indonesia.
Menurut Hammer (1986), nilai koefisien laju perpindahan massa oksigen ke air (K) tergantung pada karakteristikaerator yang digunakan, sifat air, dan kedalaman air. Sehingga diperlukan model empiris untuk mempermudah mendapatkan nilai K yang paling optimal untuk keperluan pembuatan atau modifikasi aerator.
Kreith (1991) menjelaskan bahwa harga koefisien perpindahan massa sebaiknya ditentukan secara eksperimen . Persamaan yang menghubungkan koefisien perpindahan massa dengan sifat-sifat sistem dapat diturunkan melalui analisis dimensional. Koefisien tersebut akan menjadi fungsi dari kecepatan, kerapatan, viskositas, difusivitas, dan karakteristik dari peralatan pada sistem tersebut. Dengan demikian diharapkan bahwa persamaan perpindahan massa tersebut akan berubah dengan sifat-sifat fisik fluida serta karakteristik peralatannya.
Pada tahun 1996, M. Alfin Mizar mengkaji perpindahan massa oksigen oleh Compressed Air Aerator dengan melakukan beberapa perlakuan pada aeratornya dan kedalaman air. Perlakuan yang digunakan antara lain perlakuan besarnya tekanan udara yang keluar kompresor (P), yakni: 10 Psi (P1), 20 Psi (P2), dan 30 Psi (P3). Perlakuan yang kedua adalah dengan merubah diameter lubang nosel (do), yakni: 1mm (do1), 2mm (do2), dan 3mm (do3). Perlakuan yang ketiga adalah dengan merubah kerapatan jumlah nosel tiap satuan luas (r), yakni: 12/m2 (r1), 14/m2 (r2), dan 16/m2 (r3). Terakhir, perlakuan yang keempat adalah dengan menempatkan aerator-aerator tersebut pada kedalaman air yang berbeda (H), yakni: 1,5m (H1), 1m (H2), dan 0,75m (H3). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh nilai K yang berbeda-beda pada masing-masing perlakuan. Nilai K yang paling besar terdapat pada perlakuan P3, do1, r3, dan H3. Berdasarkan pengamatan Mizar tersebut bisa diperoleh persamaan empirisnya untuk mempermudah mendapatkan spesifikasi teknis dari aerator yang paling baik tanpa harus melakukan perlakuan-perlakuan yang bisa menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya.
- 2. Tujuan
- Memperoleh variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kemampuan aerator jenis Compressed Air Aerator dalam melarutkan oksigen ke dalam air,
- Membuat model empiris untuk nilai koefisien laju perpindahan massa oksigen ke air (K),
- Mendapatkan spesifikasi teknis aerator yang paling baik.
METODOLOGI
Metode yang digunakan untuk medapatkan model empiris dari persamaan koefisien laju perpindahan massa oksigen ke air pada Compressed Air Aerator adalah sebagai berikut :
- Mengungkapkan variabel-variabel yang terkait
- Melakukan analisis dimensional, sehingga menghasilkan sekumpulan persamaan-persamaan tak berdimensi (π)
- Menguji validitas bentuk persamaan umum π
- Mengumpulkan nilai K di beberapa perlakuan yang diperoleh dari pengamatan Mizar sebelumnya.
- Membuat spreedsheet pada excel dan dengan pendekatan Least-square menggunakan toolsolver dibentuk persamaan empirisnya.
- Menguji ketepatan persamaan prediksi dengan membandingkan antara K-Mizar dan K-Prediksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
- 1. Analisis Variabel yang Terkait
Dari penelitian sebelumnya variabel tekanan udara keluar kompresor, diameter lubang nosel, kerapatan jumlah nosel per satuan luas, dan kedalaman air menunjukkan dapat mempengaruhi nilai koefisien laju perpindahan massa oksigen ke air (K). Maka variabel-variabel tersebut harus diperhitungkan dalam persamaan K.
Aerator merupakan alat mekanis yang menghasilkan gelembung udara dan mempunyai fungsi untuk mempercepat proses difusi. Proses difusi disini merupakan peristiwa mengalirnya/berpindahnya oksigen dalam air. Dengan pertimbangan ini variabel koefisien difusi oksigen ke air harus diikutsertakan dalam persamaan K.
Sifat-sifat fluida yang perlu diperhitungkan antara lain tegangan permukaan air, viskositas udara, viskositas air, dan rapat massa air. Tegangan permukaan air adalahgaya yang diakibatkan oleh suatu benda yang bekerja pada permukaan zat cair sepanjang permukaan yang menyentuh benda itu. Tegangan permukaan berbanding terbalik dengan koefisien difusifitas udara dalam lingkungan yang sama. Viskositas atau kekentalan dari suatu cairan adalah salah satusifatcairanyang menentukanbesarnyaperlawananterhadapgayageser. Viskositas terjadi terutama karena adanya interaksi antara molekul-molekul cairan.Rapat massa (ρ) adalah ukuran konsentrasi massa zat cair dan dinyatakandalam bentuk massa (m) persatuan volume (V).
Pada Tabel 1 diperlihatkan beberapa variabel yang diduga mempengaruhi koefisien laju perpindahan massa oksigen ke air (K). Secara umum pemilihan variabel-variabel tersebut dibagi ke dalam tiga sumber, yakni spesifikasi teknis aerator dan sifat-sifat fluida dalam hal ini adalah air dan udara/gas.
Tabel 1. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi K
- 2. Grup tak berdimensi (π), metode Buckingham
Metode Buckingham dapat digunakan untuk bentuk konstanta variabel tak berdimensi. Jika m buah penomena varibel yang mempengaruhi dapat diekspresikan dalam n suku satuan dasar, kemudian dimasukkan kedalam grup m variabel untuk membuktikan (m-n) konstanta tak berdimensi. Oleh Buchingkam konstanta ini disebut sebagai π1, π2, dan πn.
Banyaknya fenomena variabel pada kasus ini ada 11 variabel, dengan 3 satuan dasar (M,L, dan T) sehingga jumlah grup tak berdimensi adalah 8 (π1, π2, π3, π4, π5, π6, π7, π8).
Setelah mendapatkan jumlah grup tak berdimensi, maka ditentukan variabel pengulangannya. Dalam menentukan variabel pengulangan memperhatikan sifat geometrik, kinematik, dan dinamik untuk memudahkan analisis. Karena jumlah suku π adalah 8 maka variabel pengulangannya ada 3. Atas hal tersebut maka dipilih do, ρ, dan μL sebagai variabel pengulangan.
- π1= F = φ(do, ρ, μL,K)
M0L0T0 = La(ML-3)b(ML-1T-3)cT-1
Untuk satuan M : 0 = b + c ; b = 1/3
Untuk satuan L : 0 = a-3b-c ; a = 2/3
Untuk satuan T : 0 = -3c-1 ; c = -1/3
π1 = do2/3ρ1/3μL-1/3K
- π2 = F = φ(do, ρ, μL,P)
M0L0T0 = La (ML-3)b (ML-1T-3)c ML-1T-2
Untuk satuan M : 0 = b + c +1 ; b = -1/3
Untuk satuan L : 0 = a-3b-c-1 ; a = -2/3
Untuk satuan T : 0 = -3c-2 ; c = -2/3
π2 = do-2/3ρ-1/3μL-2/3P
- π3 = F = φ(do, ρ, μL,r)
M0L0T0 = La (ML-3)b (ML-1T-3)c L-2
Untuk satuan M : 0 = b + c ; b = 0
Untuk satuan L : 0 = a-3b-c-2 ; a = 2
Untuk satuan T : 0 = -3c ; c = 0
π3 = do2r
- π4 = F = φ(do, ρ, μL,H)
M0L0T0 = La (ML-3)b (ML-1T-3)c L1
Untuk satuan M : 0 = b + c ; b = 0
Untuk satuan L : 0 = a-3b-c+1 ; a = -1
Untuk satuan T : 0 = -3c ; c = 0
π4 = do-1H
- π5 = F = φ(do, ρ, μL,D)
M0L0T0 = La (ML-3)b (ML-1T-3)c L2T-1
Untuk satuan M : 0 = b + c ; b = 1/3
Untuk satuan L : 0 = a-3b-c+2 ; a = -4/3
Untuk satuan T : 0 = -3c-1 ; c = -1/3
π5 = do-4/3ρ1/3μL-1/3D
- π6 = F = φ(do, ρ, μL,σ)
M0L0T0 = La (ML-3)b (ML-1T-3)c MT-2
Untuk satuan M : 0 = b + c+1; b = -1/3
Untuk satuan L : 0 = a-3b-c ; a = -5/3
Untuk satuan T : 0 = -3c-1 ; c = -2/3
π6 = do-5/3ρ-1/3μL-2/3σ
- π7 = F = φ(do, ρ, μL,μG)
M0L0T0 = La (ML-3)b (ML-1T-3)c ML-1T-3
Untuk satuan M : 0 = b + c+1; b = 0
Untuk satuan L : 0 = a-3b-c-1 ; a = 0
Untuk satuan T : 0 = -3c-3 ; c = -1
π7 = μL-1μG
- π8 = F = φ(do, ρ, μL,g)
M0L0T0 = La (ML-3)b (ML-1T-3)c LT-2
Untuk satuan M : 0 = b + c; b = 0
Untuk satuan L : 0 = a-3b-c+1 ; a = 1/3
Untuk satuan T : 0 = -3c-2 ; c = -2/3
π8 = do1/3ρ2/3μL-2/3g
- 3. Pengujian validitas masing-masing grup tak berdimensi.
Pengujian validitas masing-masing grup tak berdimensi adalah dengan mencek keseluruhan π sehingga tidak ada satuan dasar yang mempunyai nilai/dimensi (M=0, L=0, T=0). Jika hasil akhirnya masih terdapat nilai/dimensi (satuan dasar tidak sama dengan 0) maka pembentukan grup tak berdimensi harus diulang.
Dari hasil validasi, semua satuan dasar dari grup tak berdimensi menunjukan nilai 0. Maka, grup tak berdimensi yang dibentuk dikatakan valid.
- 4. Mencari nilai K dengan pendekatan Least Square (dibantu Solver pada excel)
Nilai K terdapat pada fungsi π1, maka dibentuk fungsi baru sehingga bisa dibentuk persamaan K.
π1 = f (π2, π3, π4, π5, π6, π7, π8) |
Berdasarkan analisis pendekatan Least Square yang dibantu dengan Solver, diperoleh nilai dari a, b, c, d, e, f, g, dan konstanta untuk persamaan K, sebagai berikut :
Dengan mensubstitusikan nilai-nilai tersebut ke persamaan K, maka dapat dibentuk persamaan baru seperti di bawah ini:
Validasi dimensi dapat dilakukan untuk meyakinkan apakah persamaan baru yang dibentuk sesuai atau menyimpang. Berikut ini adalah hasil dari validasi dimensi persamaan baru di atas.
Tabel 2. Validasi dimensi persamaan K-Prediksi
Berdasarkan Tabel 2, dimensi untuk K telah sesuai (T-1) maka dari sisi analisis dimensi, persamaan K yang baru dapat dikatakan valid.
- 5. Pengujian ketepatan K-Prediksi terhadap K-Mizar
Berdasarkan persamaan K-Prediksi yang telah dihasilkan, dapat diperoleh nilai-nilai K-Prediksi untuk berbagai kombinasi perlakuan yang secara bersama-sama dengan nilai K-Mizar (nilai K berdasarkan pengamatan Mizar,1996) dapat dituangkan ke dalam Tabel berikut ini.
Tabel 3. Nilai K-Mizar dan K-Prediksi (per Jam)
K (per jam) |
H1 |
H2 |
H3 |
||||
K-Mizar |
K-Pred |
K-Mizar |
K-Pred |
K-Mizar |
K-Pred |
||
r1,do1 |
P1 |
0,6752 |
0,6537 |
0,6904 |
0,7139 |
0,8578 |
0,7599 |
P2 |
0,7586 |
0,8437 |
0,8699 |
0,9214 |
0,9638 |
0,9808 |
|
P3 |
0,9256 |
0,9795 |
0,9567 |
1,0697 |
1,0791 |
1,1387 |
|
r1,do2 |
P1 |
0,5578 |
0,5527 |
0,6362 |
0,6036 |
0,7669 |
0,6426 |
P2 |
0,7266 |
0,7134 |
0,7762 |
0,7791 |
0,8387 |
0,8294 |
|
P3 |
0,8338 |
0,8283 |
0,8572 |
0,9045 |
0,8915 |
0,9629 |
|
r1,do3 |
P1 |
0,5408 |
0,5011 |
0,5965 |
0,5472 |
0,6503 |
0,5825 |
P2 |
0,6276 |
0,6467 |
0,6860 |
0,7063 |
0,6994 |
0,7519 |
|
P3 |
0,8001 |
0,7508 |
0,8088 |
0,8200 |
0,8882 |
0,8729 |
|
r2,do1 |
P1 |
0,7241 |
0,8137 |
0,7935 |
0,8886 |
0,8579 |
0,9460 |
P2 |
1,0974 |
1,0502 |
1,1798 |
1,1470 |
1,1318 |
1,2210 |
|
P3 |
1,2478 |
1,2193 |
1,2509 |
1,3316 |
1,5743 |
1,4175 |
|
r2,do2 |
P1 |
0,7053 |
0,6880 |
0,7789 |
0,7514 |
0,7854 |
0,7999 |
P2 |
0,8917 |
0,8881 |
0,9073 |
0,9699 |
1,0991 |
1,0324 |
|
P3 |
1,0437 |
1,0310 |
1,0642 |
1,1260 |
1,3696 |
1,1987 |
|
r2,do3 |
P1 |
0,6252 |
0,6237 |
0,7255 |
0,6812 |
0,7309 |
0,7251 |
P2 |
0,8532 |
0,8051 |
0,9030 |
0,8792 |
1,0674 |
0,9360 |
|
P3 |
0,9074 |
0,9347 |
1,0581 |
1,0208 |
1,2473 |
1,0866 |
|
r3,do1 |
P1 |
0,9836 |
0,9837 |
1,1923 |
1,0743 |
1,2502 |
1,1436 |
P2 |
1,3237 |
1,2696 |
1,3996 |
1,3866 |
1,4791 |
1,4760 |
|
P3 |
1,4739 |
1,4740 |
1,7644 |
1,6098 |
1,8965 |
1,7137 |
|
r3,do2 |
P1 |
0,7571 |
0,8318 |
0,8444 |
0,9084 |
0,9222 |
0,9670 |
P2 |
0,8698 |
1,0736 |
1,0384 |
1,1725 |
1,1298 |
1,2481 |
|
P3 |
1,1733 |
1,2464 |
1,3370 |
1,3612 |
1,3800 |
1,4490 |
|
r3,do3 |
P1 |
0,7257 |
0,7540 |
0,8216 |
0,8235 |
0,8653 |
0,8766 |
P2 |
0,8679 |
0,9733 |
1,0168 |
1,0629 |
1,0711 |
1,1315 |
|
P3 |
1,1442 |
1,1299 |
1,3007 |
1,2340 |
1,3149 |
1,3136 |
Gambar 1. Scatter-Plot Ketepatan K-Prediksi terhadap K-Mizar
Hasil uji ketepatan data menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata antara K prediksi terhadap nilai K hasil pengamatan Mizar, dengan koefisien diterminasi (R2) =0,9281.
Ditinjau dari variabel diameter nosel (do),mempunyai hubungan yang linier dengan hasil bahwa semakin kecil diameter nosel, nilai K-Mizar maupun K-Prediksi akan semakin besar. Hal ini mencerminkan adanya ukuran gelembung yang dihasilkan lebih kecil, akan tetapi mempunyai frekuensi yang lebih banyak, sehingga memberikan peluang untuk menambah luasan kontak antara gelembung udara dengan air. Sedangkan di sisi lain akan mempercepat terjadinya proses difusi dari gelembung udara ke air.
Adanya gejala ini didukung oleh Cumby (1987) yang menjelaskan bahwa untuk meningkatkan performansi pada jenis peralatan aerator ini dapat dilakukan dengan cara memperkecil gelembung-gelembung udara yang keluar dari nosel.
Pada variabel kerapatan jumlah nosel tiap satuan luas (r), ternyata semakin banyak jumlah nosel tiap satuan luasnya akan memberikan kontribusi nilai K yang semakin meningkat dan secara empirik nilai K maksimum dicapai pada kerapatan jumlah nosel tiap satuan luas r3 = 16/m2 . Gejala ini disebabkan karena pada pemakaian kerapatan jumlah nosel yang lebih banyak tiap satuan luas akan diperoleh suatu bentuk penyebaran yang lebih baik, hal ini akan mendukung pemerataan absorbsi gelembung-gelembung udara oleh air, sedangkan di sisi lain pemasangan jumlah nosel yang semakin rapat (pada batas kerapatan tertentu), akan menambah jumlah gelembung-gelembung udara yang dihasilkan dan dengan sendirinya akan menambah luasan kontak antara gelembung udara dan air.
Lebih lanjut tinjauan mengenai kedalaman air (H), diperoleh adanya peningkatan nilai K yang maksimal pada tingkat kedalaman H3 = 0,75 m, karena pada tingkat kedalaman yang lebih rendah berarti tingkat volume air yang diaerasi lebih sedikit, sehingga untuk kondisi yang sama akan mengakibatkan hasil pengukuran konsentrasi oksigen yang terlarut dalam air (Ct) lebih tinggi (karena Ct diukur dalam satuan mg/liter), dengan demikian pada akhirnya akan meningkatkan nilai K. Kondisi untuk menurunkan kedalaman air biasanya sering dilakukan di lapangan, hal ini bertujuan agar batas optimum Ct dapat dicapai
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis empiris diperoleh :
- Koefisien laju perpindahan massa oksigen ke air (K) oleh aerator dengan udara terkompresi dipengaruhi oleh variabel-variabel : (1) tekanan udara keluar kompresor (P), (2) diameter lubang nosel (do), (3) kerapatan jumlah nosel tiap satuan luas (r), (4) kedalaman air (H), (5) koefisien difusi oksigen ke air (D), (6) rapat massa air (ρ), (7) tegangan permukaan air (σ), (8) viskositas air (μL), (9) viskositas udara (μG), dan (10) percepatan gravitasi (g).
- Persamaan empiris untuk mendapatkan nilai K :
- Nilai koefisien laju perpindahan massa oksigen ke dalam air (K) hasil pengamatan yang maksimal diperoleh pada harga-harga tekanan udara keluar kompresor (P) = 30 Psi atau 206843 N/m2, kedalaman air (H) = 0,75 m, diameter lubang nosel (do) = 1 mm dan kerapatan jumlah nosel tiap satuan luas (r) = 16/m2, pada batasan parameter perlakuan parameter yang telah ditetapkan yaitu : (1) suhu 26-26,5oC, (2) rapat massa air (ρ) = 993,83 kg/m3, (3) koefisien difusi oksigen ke air (D)=2,5.10-9 m2/detik, (4) viskositas air (μL) = 0,862.10-3 Pa.det, (5) viskositas udara (μG) = 1,84.10-5Pa.det, (6) tegangan permukaan air (σ) = 0,0718 N/m, dan (7) percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/detik2.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T. 1987. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dalam Air Tambak Udang Windu yang Dikelola secara Semi Intensif. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, Vol.3 (1) 1987:51-56.
Boyd, Claude E., 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Agricultural Experiment Station. Auburn University, Auburn, AL, USA.
Cumby,T.R. 1987. A Review of Slurry Aeration, dalam Journal Agriculture Engineering Reasearch (1987) 36, 141-206.
Hammer,MJ. 1986. Water and Waste Water Technology. John Wiley and Sons, Singapore
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1323/1/tkimia-Hendra3.pdf [25/12/2011]
http://id.istanto.net/document/mekanika-fluida.pdf [25/12/2011]
http://id.wikipedia.org/wiki/Tegangan_permukaan [25/12/2011]
http://www.laju.com/id/lo_hi_aerator.php [25/12/2011]
http://id.wikipedia.org/wiki/Aerator [25/12/2011]
http://distantina.staff.uns.ac.id/files/2009/09/2-prinsip-perpindahan-massa.pdf%5B25/12/2011%5D
http://bcs.whfreeman.com/exploringchem3e/content/cat_080/pdf/Nonlinear_Least_Squares.pdf [25/12/2011]
Mizar, Alfian. 1996. Perpindahan Massa Oksigen oleh Compressed Air Aerator. Jurnal Ilmiah Program Studi Mekanisasi Pertanian.